PEGUNUNGAN BINTANG
Kamis, 29 Oktober 2015
PEGUNUNGAN BINTANG: KABUPATEN KEEROM RINGKASAN APBD 2013
PEGUNUNGAN BINTANG: KABUPATEN KEEROM RINGKASAN APBD 2013: KABUPATEN KEEROM RINGKASAN APBD 2013 U R A I A N 2013 M % PENDAPATAN 806,753,188,812 ...
TUGAS MAKALAH PENGARUH TERHADAP TEKNOLOGI PANGAN DAN MAKANAN LOKAL PAPUA
TUGAS MAKALAH
PENGARUH TERHADAP TEKNOLOGI PANGAN DAN MAKANAN LOKAL PAPUA
NAMA : EKO TAPLO
NIM : 20140311024008
SEMSTER : III
JURUSAN : ANTROPOLOGI
TUGAS M.K :
ETNOGRAFI PAPUA I
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN
ANTROPOLOGI
UNIVERSITAS
CENDERAWASIH JAYAPURA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Teknologi pangan adalah suatu
teknologi yang menerapkan ilmu pengetahuan tentang bahan pangan khususnya
setelah panen (pasca panen) guna memperoleh manfaatnya seoptimal mungkin
sekaligus dapat meningkatkan nilai tambah dari pangan tersebut.
Dalam teknologi pangan, dipelajari sifat fisis, mikrobiologis, dan kimia dari bahan pangan dan proses yang mengolah bahan pangan tersebut.
Spesialisasinya beragam, di antaranya pemrosesan, pengawetan, pengemasan,
penyimpanan, dan sebagainya.
Sejarah teknologi pangan dimulai
ketika Nicolas Appert
mengalengkan bahan pangan, sebuah proses yang masih terus berlangsung hingga
saat ini. Namun ketika itu, Nicolas Appert mengaplikasikannya tidak berdasarkan
ilmu pengetahuan terkait pangan. Aplikasi teknologi pangan berdasarkan ilmu
pengetahuan dimulai oleh Louis Pasteur ketika mencoba untuk mencegah kerusakan akibat mikroba pada fasilitas fermentasi anggur setelah
melakukan penelitian terhadap anggur yang terinfeksi.
B.
PENGERTIAN
-
Pangan
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia sehingga pemenuhannya menjadi
salah satu hak asasi yang harus dipenuhi secara bersama-sama oleh negara dan
masyarakatnya. Pemerintah Indonesia selalu berupaya untuk mencapai kemakmuran
rakyat indonesia, salah satunya adalah meningkatkan ketahanan pangan nasional.
Pangan merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh setiap manusia.Salah
satunya adalah kebutuhan akan beras, di Indonesia beras merupakan salah satu
makanan pokok.
-
Teknologi pangan adalah suatu
teknologi yang menerapkan ilmu pengetahuan tentang bahan pangan khususnya
setelah panen (pasca panen) guna memperoleh manfaatnya seoptimal mungkin
sekaligus dapat meningkatkan nilai tambah dari pangan tersebut.
C.
MANFAAT
Adanya
teknologi pangan sangat mempengaruhi ketersediaan pangan. Alam menghasilkan
bahan pangan secara berkala, sementara kebutuhan manusia akan pangan adalah
rutin. Kita tidak mungkin menunda kebutuhan jasmani hingga masa panen tiba.
Oleh karena itu, terciptalah teknologi pengawetan sehingga makanan dapat
disimpan untuk jangka waktu yang cukup lama. Teknik pengawetan juga
memungkinkan untuk mendistribusikan bahan pangan secara merata ke seluruh
penjuru dunia. Dulu, orang-orang di Eropa tidak bisa menikmati makanan-makanan
Asia. Tetapi sekarang karena teknologi pangan setiap bangsa dapat menikmati
makanan khas bangsa lainnya.
D.
DAMPAK
Teknologi secara
umum berarti keseluruhan peralatan dan prosedur yang terus mengalami
penyempurnaan, baik di lihat dari segi pencapaian tujuan maupun proses
pelaksanaannya. Teknologi sebagai budidaya manusia dalam beradaptasi dengan
alam sesuai dengan maksud dan tujuan manusia penggunanya. Alhasil teknologi
adalah ide-ide manusia dalam mempermudah aktifitas pencapaian tujuan.
Aktifitas manusia yang dinamik dan cenderung
berkembang tanpa batas sangat mempengaruhi keadaan lingkungan hidup. Industri
yang mengalami laju pertumbuhan relatif cepat merupakan bagian dari teknologi.
Teknologi industri sebagai teknologi yang modern memiliki andil besar dalam
proses perubahan panas bumi.
BAB II
TEKNOLOGI
PANGAN DAN MAKANAN LOKAL PAPUA
A. PEMBAHASAN
Papua merupakan salah satu provinsi di
Indonesia yang mempunyai keadaan geografis unik. Provinsi Papua merupakan
Provinsi yang paling luas wilayahnya dari seluruh Provinsi di Indonesia. Luas
Provinsi Papua ± 410.660 Km2 atau merupakan ± 21% dari luas
wilayah Indonesia. Lebih dari 75% masih tertutup oleh hutan-hutan tropis yang
lebat, dengan ± 80% penduduknya masih dalam keadaan semi terisolir di daerah
pedalaman (Sumber : DPRD Papua, 2013).
Dikelilingi oleh pegunungan Jayawijaya yang menjulang hingga
daerah rawa yang membelah Papua melalui sungai Digul di selatan dan sungai
Memberami di utara, membuat tanah Papua kaya akan keragaman hayati. Dari total
luas tanah ± 410.660 Km2, baru ± 100.000 Ha yang dimanfaatkan. Tanah yang potensial untuk tanah
pertanian antara lain (a) tanah rawa pasang surut luasnya ± 76.553 Km2, (b) tanah kering luasnya ± 58.625 Km2 (Sumber
: DPRD Papua, 2013).
Karena kondisi alam ini, penduduk Papua mempunyai kebiasaan
berbeda yang membentuk ciri khas tersendiri. Bukan hanya dari segi budaya,
namun juga pola konsumsi masyarakat sebagai wujud adaptasi terhadap alam yang
melingkupi. Untuk mencukupi kebutuhan pangan, masyarakat Papua memanfaatkan
kekayaan alam yang tersedia sangat melimpah. Ubi jalar dan sagu merupakan dua
jenis tanaman pangan yang menjadi sumber kecukupan kalori masyarakat Papua.
Ubi jalar merupakan komoditas penting di Papua karena
merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk di pedalaman terutama di
kawasan lembah Baliem, Kabupaten Jayawijaya. di daerah pegunungan
ketinggian dengan 1.650−2.700 m diatas permukaan laut tersebut, stok tanaman
pangan yang ada terbatas. Selain ubi jalar, secara ekologis sangat
sedikit tanaman pangan yang mampu beradaptasi dan berproduksi dengan baik
dengan menggunakan teknologi sederhana (Dimyati et al :1991
dalam Rauf, 2009).
Sama halnya dengan ubi jalar, sagu juga merupakan tanaman lokal
yang menjadi sumber pangan masyarakat Papua. Sagu merupakan bahan pangan utama
bagi masyarakat Papua yang tinggal di daerah pesisir. Daerah pesisir yang
berair atau rawa merupakan tempat tumbuh berbagai jenis sagu. Pohon sagu di
Papua tumbuh secara alami tanpa tindakan budi daya dari penduduk setempat
(Rauf, 2009). Apalagi sebagian besar lahan di Papua yang potensial adalah
berupa rawa, maka sagu merupakam sumber pangan melimpah bagi masyarakat.
Namun seiring dengan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah
tentang revolusi hijau yang menggenjot produksi padi secara massal, sehingga
harga beras menjadi begitu murah, posisi sagu dan ubi jalar sebagai
makanan pokok masyarakat Papua pun mulai tergeser oleh beras (Budi: 2003 dalam
Rauf, 2009). Hal ini setidaknya terlihat dari jumlah produksi serta lahan tanam
ubi jalar yang terus menurun.
Tabel 1. Luas panen, produksi, dan
hasil ubi jalar di Provinsi Papua, 2003−2006.
Sementara
itu, luas panen dan produksi padi di Papua tiap tahun menunjukkan peningkatan,
seperti yang tertera di tabel bawah ini.
Walaupun
produksi padi dan luas lahannya terus meningkat, tapi berdasarkan peta
kerawanan pangan nasional (2009) yang dikeluarkan oleh Badan Ketahanan Pangan,
Provinsi Papua termasuk daerah yang mengalami kerawanan pangan parah dengan
kategori defisit tinggi yang merupakan indicator terparah. Hal ini dikarenakan
rasio antara tingkat produksi dan konsumsi tidak seimbang.
Beras sejak
awal memang bukan merupakan makanan lokal Papua. Selain daerah geografisnya
yang memang tidak cocok, beras juga bukan hasil kearifan lokal Papua yang
bersahabat dengan alam. Memaksakan beras menjadi makanan pokok dan meninggalkan
sagu serta ubi jalar dari masyarakat Papua telah menghasilkan keadaan yang
justru menjadikan Papua sebagai daerah dengan kerawanan pangan tinggi. Padahal
melalui sagu dan ubi jalar itulah masyarakat Papua sejak dulu mampu memenuhi
kebutuhan dasarnya secara mandiri. Tidak perlu menunggu atau mendatangkan
pasokan pangan dari luar seperti sekarang ini.
B.
GIZI BURUK
Dengan adanya kendala terhadap ketahanan pangan tersebut
juga dapat menimbulkan berbagai masalah gizi di Papua, disebabkan karena adanya
keterbatasan dalam mengakses makanan yang nilai gizinya tinggi.
Masalah gizi buruk telah mengancam
kelangsungan hidup anak-anak di Papua sebagai akibat kurangnya asupan makanan
bergizi. Gizi buruk yang dialami anak-anak Papua sangat rentan terjangkit
berbagai macam penyakit seperti tuberkulosis (TBC), malaria dan infeksi saluran
pernapasan atas atau ispa.
Fakta telah menunjukan bahwa
kekurangan gizi di Papua yang menimpa anak terus terjadi. Bahkan dalam Oxfam GB
in Indonesia In Action, disebutkan di tahun 2005 ada sekitar 69,883 jiwa yang
menderita gizi buruk di Papua. 58 orang diantaranya meninggal dunia. Jika
dilihat secara keseluruhan, ternyata kasus kurang gizi dan gizi buruk di Papua
sudah sangat memprihatinkan. Kepala Dinas Kesehatan Papua, dr. Tigor Silaban,
pada September 2003 pernah mencatat sebanyak 27,3 % balita menderita kekurangan
gizi. Prevalensi kurang gizi tertinggi disebutkan terdapat di Kabupaten Puncak
Jaya, yakni 61,8 % dan yang terendah di Kabupaten Sorong, yaitu 20,2 %.
Sedangkan rata-rata, prevalensi gizi buruk di Provinsi Papua sebesar 16 % dan
gizi kurang 28,9 %.
Pada tahun 2005, angka kurang gizi
di Papua sedikit menurun menjadi 14,3 %. Sedangkan gizi buruk 3,7 %.
Dengan demikian, total gizi kurang dan gizi buruk adalah sebesar 18,0 %.
Menurut Silaban, tidak ada anak balita meninggal dunia karena masalah gizi.
Kalaupun ada, hal itu akibat komplikasi dengan penyakit. Meski begitu, angka
kematian balita masih cukup tinggi di Papua. Tahun 2003, menurut data Dinkes
Papua, setiap tahun lebih dari 9.000 balita, atau 156 per 1.000 kelahiran
hidup, di enam kabupaten meninggal dunia. Kematian bayi sebanyak 6.078 per
tahun atau sekitar 112 per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian ibu
mencapai 578 per tahun atau sekitar 1.161 per 100.000 kelahiran hidup.
Data yang disampaikan UNICEF, PBB,
pada Februari 2003 ternyata lebih memprihatinkan lagi. Meski tidak
disebutkan akibat gizi buruk namun kematian bayi pada sejumlah daerah miskin di
Indonesia, tetap menjadi perhatian serius badan internasional itu. Termasuk
juga di Papua. UNICEF menyebutkan, angka kematian bayi dan balita di Papua
adalah tertinggi di dunia, yakni mencapai 186/1000 kelahiran hidup dan angka
kematian bayi 122/1000 kelahiran hidup. Selain itu, 12% anak-anak balita di
Papua menderita kekurangan berat badan yang parah. Untuk angka kesehatan ibu
dan anak, UNICEF memperkirakan 3,000 orang anak dari 60,000 bayi yang baru
lahir meninggal sebelum mencapai usia satu tahun. Sedangkan untuk balita, dari
1000 anak, 60 di antaranya meninggal dunia. Begitu pun ibu. Dari 100.000
kelahiran hidup, 500 di antaranya meninggal dunia.
Namun demikian, hingga kini produk pangan lokal Indonesia
belum mampu untuk mematahkan dominasi pangan dari beras atau tepung terigu.
Salah satu penyebabnya adalah rendahnya inovasi teknologi terhadap produk
pangan lokal tersebut. Di sisi lain, di era global ini, tuntutan konsumen
terhadap pangan terus berkembang. Selera konsumen menjadi faktor yang sangat
penting untuk diperhatikan oleh setiap produsen. Di samping itu, Inovasi
teknologi terhadap pangan lokal bukan saja terhadap aspek mutu, gizi, dan keamanan
yang selama ini didengungkan oleh berbagai pihak. Inovasi teknologi juga harus
menyentuh aspek preferensi konsumen, yaitu kesesuaian; baik kesesuaian terhadap
selera, kebiasaan, kesukaan; kebudayaan, atau terlebih lagi terhadap
kepercayaan/agama.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Provinsi
Papua merupakan salah satu daerah yang memiliki keragaman sumber daya hayati
yang cukup tinggi, termasuk tanaman sumber pangan lokal. Sumber pangan lokal
Papua yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat
adalah ubi jalar, talas, sagu, gembili, dan jawawut. Pangan lokal tersebut
telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Papua. Masyarakat yang berdomisili di
daerah pegunungan umumnya mengonsumsi ubi jalar, talas, dan gembili, sedangkan
yang tinggal di pantai memanfaatkan sagu sebagai pangan pokok. Beberapa jenis
ubi jalar, talas, dan sagu telah beradaptasi dengan baik dan dikonsumsi
masyarakat Papua secara turun temurun. Dengan demikian, komoditas tersebut
perlu dikembangkan sebagai sumber pangan utama bagi masyarakat
sehingga
mengurangi ketergantungan pada pangan yang berasal dari beras. Selain digunakan
sebagai sumber pangan utama dan untuk upacara adat, komoditas pangan lokal
Papua juga telah dikembangkan menjadi produk olahan seperti kue kering yang
dikelola dalam skala industri rumah tangga. Tulisan ini membahas pemanfaatan
pangan lokal Papua sebagai sumber pangan alternatif yang diharapkan dapat
menjadi sumber pangan untuk mendukung ketahanan pangan pada tingkat regional
maupun nasional.
B.
SARAN
meskipun penulisan makalah ini jauh dari
sempurna dan Masih banyak
kesalahan dalam penulisan makalah saya membutuhkan saran/ kritikan
dari ibu
agar bisa menjadi motivasi saya untuk penluisan
makalah ke
depan yang lebih baik dari
pada
yang sekarang ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Badan Ketahanan Pangan. 2009. Peta Ketahanan
dan Kerentanan Pangan Indonesia. Diakses darihttp://bkp.deptan.go.id/file/petapangan/FSVA_Report.pdf
Gambaran Umum Papua, diakses dari http://www.dprp.go.id/index.php?option=com_content&do_pdf=1&id=60&showall=1
http://www.badanketahananpangan.com/Rauf, A. Wahid,Martina
Sri Lestari. 2009. Pemanfaatan Komoditas Pangan Lokal Sebagai Sumber Pangan Alternatif
Di Papua. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua, Diakses DariHttp://Pustaka.Litbang.Deptan.Go.Id/Publikasi/P3282093.pdf
FILSAFAT UMUM
FILSAFAT UMUM
Pengertian
filsafat dalam sejarah perkembangan pemikiran kefilsafatan, antara satu ahli
filsafat dengan ahli filsafat lainnya selalu berbeda, dan hampir sama banyaknya
dengan ahli filsafat itu sendiri. Secara etimologi yang dalam bahasa arab
dikenal dengan istilah falsafah dan dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah philosophyadalah
berasal dari bahasa Yunani, philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos(cinta)
atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopia (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis,
inteligensi). Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau
kebenaran. Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Pythagoras (582-496 SM).
Pada
mulanya kata filsafat berarti segala ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia.
Mereka membagi filsafat kepada dua bagian yakni, filsafat teoretis dan filsafat
praktis. Filsafat teoretis mencakup: (1) ilmu pengetahuan alam, seperti:
fisika, biologi, ilmu pertambangan, dan astronomi; (2) ilmu eksakta dan
matematika; (3) ilmu tentang ketuhanan dan metafisika. Filsafat praktis
mencakup: (1) norma-norma (akhlak); (2) urusan rumah tangga; (3) sosial dan
politik. Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami segala
sesuatu secara sistematis, radikal, dan kritis. Berarti filsafat merupakan
sebuah proses bukan sebuah produk. Surajiyo (2005) membagi cabang filsafat
secara garis besar kedalam dua kelompok, yakni filsafat sistematis dan sejarah
filsafat. Filsafat sistematis bertujuan dalam pembentukan dan pemberian
landasan pemikiran filsafat. Didalmnya meliputi logika, metodologi,
efistimologi, filsafat ilmu, etika, estetika, metafisika, filsafat ketuhanan,
filsafat manusia, dan kelompok filsafat khusus seperti filsafat sejarah,
filsafat hukum, filsafat komunikasi dan lain-lain.
Defenisi
kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah masalah falsafi pula. Menurut
para ahli logika ketika seseorang menanyakan pengertian (defenisi/hakikat)
sesuatu, sesungguhnya ia sedang bertanya tentang macam-macam perkara. Tetapi
paling tidak bisa dikatakan bahwa “falsafah” itu kira-kira merupakan studi yang
didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan,
tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk ini,
memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu dan akhirnya
dari proses-proses sebelumnya ini dimasukkan ke dalam sebuah dialektika.
Dialektika ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk dari pada
dialog. Adapun beberapa pengertian pokok tentang filsafat menurut kalangan
filosof adalah:
1.
Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu
pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas.
2.
Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir
dan dasar secara nyata.
3.
Upaya untuk menentukan batas-batas dan
jangkauan pengetahuan sumber daya, hakikat, keabsahan, dan nilainya.
4.
Penyelidikan kritis atas
pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai
bidang pengetahuan.
5.
Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu
Anda melihat apa yang Anda katakan dan untuk menyatakan apa yang Anda lihat.
6.
A. Pengertian Filsafat
Secara etimologi,
istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu Philosophia yang terbentuk dari dua akar kata philo dan Sophia.Philo berarti cinta atau keinginan dan karenanya berusaha
untuk mencapai yang diinginkan itu.
Sedangkan sophia berarti
kebijakan (hikmah) atau kepandaian.Jadi filsafat adalah keinginan yang mendalam
untuk mencapai kepandaian, cinta pada kebijakan.
Secara terminology filsafat sangat beragam, baik dalam ungkapan maupun titik tekannya.
Poedjawijanta mendefinisikan filsafat sebagai jenis pengetahuan yang berusaha
mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan
pikiran-pikiran belaka.
Plato
mendefinisikan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai
kebenaran asli (hakiki) dan murni., dan kata Aristoteles filsafat adalah ilmu
peengetahuan yang senantiasa berupaya mencari prinsip-prinsip dan
penyebab-penyeban dari realita yang ada.
Secara
umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami sesuatu secara sistimatis,
radikal dan kritis. Filsafat disini bukanlah suatu produk, melainkan proses,
proses yang nantinya akan menentukan sesuatu itu dapat diterima atau tidak.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah suatu studi atau
cara berfikir yang dilakukan secara reflektif atau mendalam untuk menyelidiki
fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan dengan menggunakan alasan yang
diperoleh dari pemikiran kritis yang penuh dengan kehati-hatian. Filsafat
didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen, tetapi dengan
menggunakan pemikiran yang mendalam untuk menggungkapkan masalah secara persis,
mencari solusi dengan memberi argumen dan alasan yang tepat.
Pemahaman
yang mendorong timbulnya filsafat pada seseorang karena adanya sikap
heran atau takjub yang melahirkan suatu pertanyaan. Pertanyaan itu memerlukan
jawaban dan untuk mencari jawaban tersebut perlu adanya pemikiran-pemikiran
yang mendalam untuk menemukan kebenarannya. Sehingga melahirkan keseriusan
untuk melakukan penyelidikan secara sistimatis. Jadi dengan berfilsafat maka
keinginan untuk mengetahui fenomena-fenomena dapat dimengerti dengan lebih
mudah.
1.
B. Munculnya
Filsafat
Filsafat,
terutama filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke-7 SM.
Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir dan berdiskusi akan keadaan
alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada
agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.
Banyak
yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang
beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya
sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta
pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas. Orang Yunani pertama
yang bisa diberi gelar filosof ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir
barat Turki. Tetapi filosof-filosof Yunani yang terbesar tentu saja ialah:
Socrates, Plato, dan Aristoteles. Sócrates adalah guru Plato sedangkan
Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah
filsafat tidak lain hanyalah “komentar-komentar karya Plato belaka”. Hal ini
menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.
1.
C. Karakteristik Dasar Filsafat
Setidaknya
ada tiga karakteristik berpikir filsafat atau ciri dari filsafat, yakni:
1.
Berfikir Radikal atau menyeluruh,
Berfilsafat berarti berfikir secara radikal atau luas yang meliputi beberapa
sudut pandang. Para filosuf adalah para pemikir radikal, sehingga mereka tidak
akan pernah terpaku hanya kepada fenomena suatu identitas atau realitas
tertentu saja. Keradikalan berfikir mereka akan senantiasa mengobarkan
hasratnya untuk menemukan akar seluruh kenyataan. Radik atau akar sebuah
realitas memang selalu dianggap penting oleh mereka karena menemukan akar atau
radik tersebut membuat mereka paham akan sebuah realitas tersebut. Berpikir
radikal akan memperjelas realitas lewat penemuan dan pemahaman akan realitas
itu sendiri. Kegiatan berfikir untuk menemukan hakikat atau akar seluruh
sesuatu itu dilakukan secara mendalam (radikal).
2.
Mencari asas (dasar) artinya dalam memandang realitas, filsafat
senantiasa mencari asas (dasar) yang paling hakiki dari keseluruhan realitas
yang ada melalui pemikiran yang mendalam sampai pada hasil yang fundamental.
Hasil pemikiran tersebut dijadikan dasar berpijak segenap nilai dan masalah-masalah
keilmuan (sains).
3.
Memburu kebenaran (berspekulatif) artinya hasil pemikiran yang diperoleh dijadikan
dasar bagi pemikiran-pemikiran selanjutnya dan hasil pemikirannya selalu
dimaksudkan sebagai media garapan (objek) yang baru pula. Berfilsafat berarti
memburu kebenaran yang hakiki tentang sesuatu. Kebenaran yang diburu merupakan
kebenaran hakiki yang tidak meragukan dan dapat dipertanggung jawabkan, maka
setiap kebenaran harus senantiasa terbuka agar dapat diteliti ulang oleh filsuf
yang lain untuk mencari kebenaran yang lebih hakiki.
Sir
Isacc Newton, seorang ilmuwan yang sangat terkenal,President of the Royal
Society memiliki ketiga karakteristik ini. Ada banyak penyempurnaan
penemuan-penemuan ilmuwan sebelumnya yang dilakukannya. Dalam pencariannya akan
ilmu, Newton tidak hanya percaya pada kebenaran yang sudah ada (ilmu pada saat
itu). Ia menggugat (meneliti ulang) hasil penelitian terdahulu seperti logika
aristotelian tentang gerak dan kosmologi, atau logika cartesian tentang materi
gerak, cahaya, dan struktur kosmos. “Saya tidak mendefenisikan ruang, tempat,
waktu dan gerak sebagaimana yang diketahui banyak orang” ujar Newton. Bagi
Newton tak ada keparipurnaan, yang ada hanya pencarian yang dinamis, selalu
mungkin berubah dan tak pernah selesai. “ku tekuni sebuah subjek secara terus
menerus dan ku tunggu sampai cahaya fajar pertama datang perlahan, sedikit demi
sedikit sampai betul-betul terang”.
1.
D. Metode Kajian Filsafat
Metode
berasal dari bahasa Yunani, methodeuo yang diambil dari kata methodos,artinya
mengikuti jejak, mengusut, menyelidiki dan meneliti, akar katanya adalahmeta (dengan) dan hodos (jalan). Dalam
hubungan dengan kegiatan yang bersifat ilmiah, metode berarti cara kerja
teratur dan sistematis yang digunakan untuk memahami suatu obyek yang
dipermasalahkan, yang merupakan sasaran dari bidang ilmu tertentu. Metode tidak
sekedar menyusun dan menghubungkan bagian-bagian pemikiran yang terpisah-pisah,
melainkan juga merupakan alat paling utama dalam proses dan perkembangan ilmu
pengetahuan sejak dari awal penelitian hingga mencapai pemahaman baru dan
kebenaran ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan.
Kegiatan
kefilsafatan merupakan kegiatan berfikir yang dilakukan dengan melakukan
perenungan-perenungan untuk menyusun suatu bagan secarra konseptual, artinya
dalam mencari permasalahan harus dapat menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang
memiliki hubungan antara stu dengan yang lain secara logis dan harus memberikan
penjelasan tentang pandangan dunia. Kerangka berfikir filsafat terdiri dari
analisis dan sintesis. Analisis dalam kegiatan filsafat digunakan utuk melakukan
pemeriksaan secara konseptual terhadap makna dan istilah yang dipergunakan
dalam pernyataan yang kita buat. Dengan analisis, kita dapat memperoleh makna
yang baru dan mengujinya dengan berbagai contoh-contoh, seperti; apakah impian
itu sesuatu yang nyata?. Sedangkan Sintesis merupakan upaya yang dilakukan
untuk mencari kesatuan dalam keberagaman, yaitu mengumpulkan suatu pengetahuan
atau keterangan sebanyak-banyaknya karena hasilnya akan lebih baik dan akurat.
Dalam bidang filsafat terdapat beberapa metode. Metode sering diartikan sebagai
jalan berfikir dalam bidang keilmuan. Metode dalam bidang filsafat adalah:
1.
Metode kritis, yaitu bersifat analisis
istilah dan pendapat yang menjelaskan keyakinan dan memperlihatkan pertentangan
dengan jalan bertanya atau dialog secara terus-menerus kemudian di temukan
kesimpulan yang hakiki. Dengan metode ini, Socrates menemukan logika induksi
dan definisi. Logika induksi merupakan pemikiran yang bertolak dari pengetahuan
khusus (contoh konkrit) lalu memberikan kesimpulan yang umum.
2.
Metode intuitif, Dengan jalan instrospeksi dan
dengan pemakaian simbol-simbol di usahakan pembersihan. Intelektual (bersama
dengan persucian moral), sehingga tercapai suatu penerangan pikiran.
3.
Metode Analisis Abstraksi, yaitu dengan cara
memisah-misahkan atau menganalisis didalam angan-angan(didalam pikiran) hingga
sampai pada hakikat (ditemukannya jawaban).
4.
E. Cabang-cabang Filsafat
Filsafat
sesungguhnya mencakup seluruh ilmu pengetahuan, kamudian berkembang menjadi
semakin rasional dan sistematis. masalah-masalah pokok yang dihadapi filsafat
tak pernah berkurang. Karena banyaknya masalah pokok yang harus dibahas dan
dipecahkan, filsafat pun dibagi ke dalam bidang-bidang studi atau beberapa
cabang.
Aristoteles
membagi filsafat kedalam tiga bidang studi yaitu: 1) Filsafat spekulatifatau teoretis, yakni suatu cabang filsafat yang bersifat
obyektif. Termasuk di dalamnya adalah fisika metafisika, biopsikologi dan
sebagainya. Tujuan utama filsafat ini adalah pengetahuan demi pengetahuan itu
sendiri. 2) Filsafat Praktis, yakni filsafat yang memberi petunjuk dan pedoman
bagi tingkah laku manusia yang baik dan sebagaimana mestinya, termasuk di
dalamnya adalah etika dan politik. Sasaran terpenting bagi filsafat praktis ini
adalah membentuk sikap dan perilaku yang akan memampukan manusia untuk
bertindak dalam terang pengetahuan itu. 3) Filsafat Produktif, yaitu pengetahuan atau filsafat yang membimbing dan
menuntun manusia menjadi produktif lewat suatu keterampilan khusus, termasuk di
dalamnya adalah kritik sastra, retorika dan estetika. Adapun sasaran utama yang
hendak dicapai lewat filsafat ini adalah agar manusia sanggup menghasilkan
sesuatu, baik secara teknis maupun secara puitis dalam terang pengetahuan yang
benar.
Wil
Durant dalam bukunya yang berjudul the story of philosophy mengemukakan lima
bidang studi filsafat, yaitu: 1) Logika, yakni studi tentang metode berfikir dan metode
penelitian ideal, yang terdiri dari observasi, introspeksi, deduksi dn induksi,
hipotesis dan eksperimen serta analisis dan sintesis. 2) Estetika atau disebut juga filsafat seni (philosophy of art), yakni
filsafat yang membahas tentang bentuk ideal dan keindahan. 3) Etika, yaitu
filsafat tentang studi perilaku ideal. 4) Politika, yaitu studi tentang organisasi sosial yang ideal, yakni tentang monarki,
aristokrasi, demokrasi sosialisme, anarkisme dan sebagainya. 5) Metafisika. Metafisika ini terdiri dari ontologi, filsafat psikologi dan
epitemologi.
1.
F. Kegunaan Mempelajari Filsafat
Filsafat
dianggap sebagai suatu sumber dari segala kebenaran yang mengharapkan kebenaran
atas jawaban dari pertanyaan-pertanyaan hidup. Tetapi ada juga anggapan yang
mengatakan bahwa itu merupakan omongan kosong belaka yang tidak ada artinya
bagi kehidupan. Berbicara mengenai manfaat dan kegunaan filsafat tidak dapat dipisahkan
dengan relevansi dalam kehidupan kita. Melalui pemikiran filsafat, dapat
dirumuskan beberapa kegunaannya bagi kita, yaitu:
1.
Dengan belajar filsafat diharapkan akan dapat
memperluas wawasan dan pengetahuan. karena dengan bertambahnya ilmu pengetahuan
akan bertambah pula cakrawala pemikiran yang lebih luas. Filsafat dipelajari
sebagai ilmu yang berawal dari permasalahan dan memiliki tugas untuk
mempelajari, mendalami dan akhirnya mencoba untuk menanggapi masalah tersebut.
2.
Dasar semua tindakan adalah ide. Filsafat
memuat ide-ide yang fundamental yang akan membawa manusia kearah suatu
kemampuan untuk merentang kesadarannya dalam segala tindakannya sehingga dapat
lebih hidup, lebih tangguh terhadap diri dan lingkungannya, serta hak dan
kewajibannya. Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kita
semakin ditantang dengan memberikan alternatifnya.
3.
Filsafat mengarahkan kepada kebenaran. Untuk
mencapai kebenaran diperlukan banyak refleksi tentang hidup. Melalui refleksi
kita dilatih untuk berfikir cermat, kritis dan mendalam. Dengan berfilsafat
maka kita dilatih untuk berfikir kritis dan melihat situasi konkrit
secara positif dan terbuka dalam menyelesaikan masalah secara dewasa.
4.
Filsafat dan pembentukan sikap. Melalui
filsafat kita dapat melibatkan diri secara penuh dalam berbagai aspek kehidupan
manusia. Disini kita dapat mengambil dan memilih pandangan-pandangan filosofis
tertentu tergantung pengalaman-pengalaman konkrit dalam hidup. Kita juga dapat
melibatkan diri dalam berbagai kajian dan telaah filosofis melalui aktivitas
intelektual.
5.
G. Rangkuman
6.
Filsafat merupakan suatu keinginan yang
mendalam untuk mendapatkan cinta dan kebijaksanaan. Dengan berfilsafat, manusia
dapat berfikir dengan teliti dan teratur untuk memecahkan problem-problem
dan memandang masalah dari sudut pandang yang hakiki. Maka dari itu filsafat
pada hakikatnya mengemukakan pandangannya yang bersifat akar dari ilmu yang
lain.
7.
Semakin berkembangnya ilmu, kita mempelajari
bahwa bahwa baik asumsi, hukum alam, dan ilmu itu tidak bersifat mutlak atau
absolut universal. Ilmu memang mengikuti hukum alam dengan pola tertentu namun
kesemuanya itu bersifat probabilistik.
8.
Dalam mengembangkan ilmu, kita harus bertolak
dengan mempunyai asumsi/anggapan yang sama mengenai hukum-hukum alam dan objek
yang akan ditelaah oleh ilmu baik itu dalam ilmu alam ataupun ilmu-ilmu sosial.
Ilmu alam membahas asumsi mengenai zat, ruang dan waktu. Ilmu sosial
mengedepankan membahas asumsi mengenai manusia.
Langganan:
Postingan (Atom)